Selasa, 12 Maret 2013

TOERI KONSTRUKTIVISME




APLIKASI PEMBELAJARAN
DIKAITKAN DENGAN TEORI KONSTRUKTIVISME

I.                   TEORI KONSTRUKTIVISME
A.    Substansi  Teori Konstruktivisme
            Teori konstruktivisme dikemukakan oleh Vygotsky, Piaget, dan John Dewey. Di Indonesia teori belajar konstruktivisme dikembaangkan oleh Ki Hajar Dewantara, yang dikenal semboyannya dalam pendidikan yaitu ing ngarso sun tulodho (bila berada di depan  anak didik diberi contoh tauladan), ing madyo mbangun karso ( bila berada di tengah-tengah anak didik, bangunkan keinginan anak untuk belajar), tutwuri handayani ( bila di belakang anak didik, beri dorongan semangat ).
            Definisi belajar konstruktivisme adalah proses membangun atau membentuk mankna, pengetahuan, konsep, dan gagasan melalui pengalaman. Adapun prinsip dari belajar konstruktivisme yaitu seseorang membangun suatu realitas berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan  lingkungan, melalui pemecahan masalah yang riil, biasanya dalam suatu mekanisme kolaboratif.
            Implikasi dan aplikasi dalam pembelajaran konstruktivisme yakni mendorong siswa bersikap lebih otonom dalam ‘menterjemahkan’ pengetahuan yang diperoleh, melalui memecahkan masalah yang riil, kompleks dan bermakna bagi siswa. Dialog dalam kelompok belajar bersama, bimbingan dalam proses pembentukan pemahaman.
            Konstruktivisme memaknai ‘belajar’ sebagai ‘proses mengkonstruksi pengetahuan’ melalui proses internal seseorang dan interaksi dengan orang lain. Dengan demikian hasil belajar akan dipengaruhi oleh tingkat kematangan berfikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, serta faktor internal lainnya, seperti konsep diri dan percaya diri dalam proses belajar. Di samping itu hasil belajar juga dapat dipengaruhi oleh dialog dengan orang lain dan lingkungan, seperti lingkungan budaya dan tingkat sosial ekonomi. Perspekstif konstruktivisme pembelajaran, dimaksudkan untuk mendukung proses belajar aktif yang berguna untuk membentuk pengetahuan dan pemahaman.
            Karakteristik yang juga merupakan prinsip dasar perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.      Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi.
2.      Dimungkinkannya perspektif jamak (multple perspsektive) dalam proses belajar.
3.      Peran siswa utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau mengendalikan proses berfikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
4.      Penggunaan scaffolding dalam pembelajaran.
5.      Peranan pendidik / guru lebih sebagai tutor, fasilitator, dan mentor untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa.
6.      Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik.
            Sebagai model yang mengutamakan keaktifan siswa dan pengembangan kemampuan berfikir tinggi (kompleks), model pembelajaran konstruktivistik yang sering digunakan adalah pembelajaran menemukan (discovery learning) dan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), yang biasanya menggunakan prosedur pemberian tugas, kerja kelompok dan berbagi informasi.
B.     Kelebihan dan Kekurangan teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran
            Setiap teori selalu ada kekurangan dan kelebihan jka diaplikasikan dalam pembelajaran di sekolah.
Adapun kelebihan dari teori konstruktivisme yaitu :
1.      Berfikir dalam proses membina pengetahuan baru, siswa belajar berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan berani mengambil suatu keputusan.
2.      Siswa lebih faham dengan apa yang dipelajari dan dapat mengaplikasikan dalam smua situasi.
3.      Siswa selalu teringat dengan konsep yang mereka bangun melalui proses belajarnya.
4.      Interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, serta siswa dengan lingkungan semakin baik.
Kemudian kelemahannya jika teori konstruktivisme jika dikaitkan dengan pembelajaran, yaitu :    
1.      Optimalisasi hasil belajar tergantung dari sarana prasarana yang tersedia.
2.      Apabila siswa tidak aktiv maka proses belajar akan terhambat dan hasil belajar  tidak optimal.
3.      Jika lingkungan keluarga tidak mendukung proses pembelajaran, maka siswa akan mengalami kesulitan dalam interaksi dengan lingkungan, sehingga hasil belajarnya tidak maksimal.

C.     Contoh Skenario Pembelajaran yang Berbasiskan Teori Konstruktivisme

Jenjang Pendidikan                    : Pendidikan Anak Usia Dini Formal / TK
Usia                                            : 5-6 tahun
Aspek                                         yang dikembangkan            : Kognitif, Afektif, Bahasa, dan Fisik Motorik
Kegiatan :                                 
Guru membuka Area Balok untuk kegiatan anak. Anak dibagi menjadi beberapa kelompok. Dalam kelompok terdiri dari 3 anak, dengan disediakan bermacam-macam bentuk balok dan karton yang dipotong berbentuk geometri sebagai alas bangunan balok untuk setiap kelompok. Anak didik diberi tugas dengan metode demonstrasi untuk membuat berbagai macam bentuk bangunan dari balok dengan balok-balok yang sudah disediakan oleh guru. Selama kegiatan guru terus memberi arahan, bimbingan kepada anak, namun memberi kebebasan mereka untuk berkreasi sesuai yang diinginkan kelompoknya masing-masing model bangunan apa yang akan mereka buat/bentuk. Dari berbagai fikiran anak dalam kelompok, juga dengan alas karton yang berbentuk geometri yang berbeda-beda dan bentuk-bentuk balok yang berbeda,  maka akan terciptalah berbagai model bangunan balok yang tentu berbeda-beda. Setelah kegiatan selesai, bangunan balok tidak boleh dibongkar dulu, karena semua anak dipersilakan untuk melihat dan mengamati hasil bangunan dari kelompok-kelompok yang lain sebagai tambahan belajar mereka.

II.                Analisis Film Suku Rimba di Jambi
          Proses pendidikan yang dilakukan Butet Manurung pada suku Rimba di Jambi sangat unik dan menarik. Pembelajarannya sangat kontekstual. Butet Manurung mengikuti adat istiadat suku Rimba namun tetap berkomitmen untuk merubah peradaban mereka supaya lebih baik. Hal ini terbukti ketika mereka berpindah tempat tinggal yang biasa mereka lakukan dan Butet Manurung mengikuti mereka berpindah tempat. Bersama mereka, dengan adat istiadat yang begitu kental, peralatan yang sangat sederhana, lokasi yang sangat sulit dijangkau Butet Manurung menemani mereka bersama alam.
          Proses pembelajaran yang mereka lakukan jika dikaitkan dengan teori konstruktivisme, antara lain ketika mereka belajar dan melakukan suatu permainan. Mereka berinteraksi, mereka berfikir, bagaimana caranya supaya mereka menang dalam permainan tersebut, namun tetap dalam suasana gembira, dan tidak saling bermusuhan. Juga mereka tidak hanya belajar membaca, menulis dan berhitung, tetapi mereka juga belajar masak bersama dengan kondisi alam yang ada, dengan peralatan yang sangat sederhana.
          Begitu dengan kegiatan belajar membaca, menulis dan berhitung. Mereka melaksanakan kegiatan tersebut dengan sarana prasarana yang sangat minim, dan sama sekali tidak ada suasana formal. Dengan baju seadanya, tempat seadanya, buku dan pensil ala kadarnya, tapi mereka mampu membaca dan menulis sehingga mereka tidak lagi buta huruf. Kegiatan belajar mengajar sangat tidak formal dan tergantung dengan alam. Mereka tidak ada yang memaksakan untuk harus belajar, karena sesungguhnya justru mereka ditentang dari banyak orang dari sukunya ketika mereka belajar. Tapi dengan kesadaran sendiri, keaktifan dan  kemauan sendiri untuk belajar, mereka siswa – siswa suku Rimba bersekolah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar